Oleh: Zulfa Kamila Al Fawwaz
Salah satu masalah kesehatan yang seringkali dialami oleh para remaja adalah anemia. Anemia merupakan suatu kondisi dimana konsentrasi hemoglobin (Hb) di dalam darah mengalami penurunan yang jauh dari rentang normalnya untuk setiap kelompok umur menurut umur dan jenis kelamin. Kalangan remaja memiliki tingkat risiko yang cukup tinggi terhadap masalah anemia terutama anemia gizi besi. Tingginya kasus anemia ini, dipicu oleh banyak factor yang seringkali diabaikan oleh para remaja itu sendiri.
Hingga saat ini kasus anemia pada remaja putri masih cukup tinggi. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), prevalensi anemia dunia berkisar 40-88%. Selain itu, menurut WHO, angka kejadian anemia pada remaja putri di Negara-negara berkembang sekitar 53,7% dari semua remaja putri, anemia sering menyerang remaja putri disebabkan karena keadaan stress, haid, atau terlambat makanan. Sedangkan, di Indonesia sendiri, angka anemia gizi besi sebanyak 72,3%. Selain itu, berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi anemia di Indonesia yaitu 21,7% dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun sebesar 26,4% dan 18,4% penderita berumur 15-24 tahun. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012 menyatakan bahwa prevalensi anemia pada balita sebesar 40,5%, ibu hamil sebesar 50,5%, ibu nifas sebesar 45,1%, remaja putri usia 10-18 tahun sebesar 57,1% dan usia 19-45 tahun sebesar 39,5%. Angka prevalensi anemia di Indonesia, yaitu pada remaja wanita sebesar 26,50%, pada wanita usia subur sebesar 26,9%, pada ibu hamil sebesar 40,1% dan pada balita sebesar 47,0%. Dari data tersebut, maka dapat dibuktikan bahwa risiko terkena anemia paling tinggi terletak pada wanita terutama pada kalangan remaja putri dibandingkan dengan pria.
Kejadian seperti ini tentunya sangat amat disayangkan karena mengingat dampak yang ditimbulkan dapat sangat fatal. WHO menyebutkan bahwa anemia termasuk masalah kesehatan masyarakat yang serius jika prevalensinya berada di atas angka 5% dalam suatu populasi. Dampak yang seringkali dijumpai ketika terjadi anemia defisiensi besi pada kalangan remaja yaitu dapat menurunkan konsentrasi dan prestasi belajar, serta mempengaruhi produktivitas di kalangan remaja. Anemia, dimana salah satunya diakibatkan oleh kadar zat besi dalam tubuh yang rendah. Dimana berkaitan dengan penurunan saturasi oksigen dalam darah yang menuju ke otak. Hal ini ditengarai menjadi penyebab dari silent cerebral infarct yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif dan perkembangan motorik skill. Gangguan pada fungsi kognitif biasanya termanifestasi dalam bentuk kelelahan, daya ingat yang buruk, sulit berkonsentrasi, dan penurunan problem solving. Akibat dari jangka panjang bagi penderita anemia gizi besi pada remaja putri yang nantinya akan hamil, maka remaja putri tersebut tidak mampu memenuhi zat- zat gizi pada dirinya dan pada janinnya sehingga apabila tidak tertangani dengan baik akan berlanjut hingga dewasa dan berkontribusi besar terhadap angka kematian ibu (AKI), meningkatkan terjadinya resiko kematian maternal, prematuritas, BBLR, dan kematian perinatal. Melihat dari berbagai dampak yang dapat ditimbulkan dari anemia, tentunya hal ini sangat merugikan para kalangan remaja pada masa yang akan datang.
Penyebab utama yang melatarbelakangi penyakit anemia ini berkaitan dengan pola makan dan kualitas makanan yang dikonsumsi oleh para remaja. Sudah menjadi pengetahuan umum bagi kita, bahwa kunci untuk mendapatkan hidup sehat adalah dengan menerapkan pola makan yang baik dan juga seimbang, terutama pada masa remaja yang masih mengejar masa pertumbuhan maupun perkembangan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi Eka (2016), menyatakan bahwa remaja putri dengan frekuensi makan kurang dari 3 kali sehari mempunyai peluang 1,729 untuk menderita anemia dibandingkan dengan remaja putri yang frekuensi makannya 3 kali sehari. Pola makan memiliki hubungan yang erat dengan kejadian anemia. Pola makan tidak sehat akan menyebabkan seseorang tersebut tidak dapat memenuhi keanekaragaman zat gizi seperti Fe dan zat lain yang dibutuhkan oleh tubuh untuk membantu proses pembentukan hemoglobin. Menurut Muchtadi (2009), zat besi diperlukan dalam pembentukan darah untuk sintesa hemoglobin. Pada dasarnya asupan zat gizi pada tubuh harus tercukupi khususnya pada remaja. Apabila asupan protein dalam tubuh telah mencukupi, maka penyerapan zat besi dalam tubuh akan lebih baik.
Dengan melihat berbagai dampak yang dapat ditimbulkan oleh anemia, hal ini seharusnya menjadi perhatian bagi kalangan remaja terutama perempuan untuk melakukan tindakan pencegahan kejadian anemia sedini mungkin. Terutama pada kejadian anemia ini yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif seseorang. Hal ini akan merugikan para kalangan remaja sebagai generasi penerus di masa yang akan datang. Penelitian Asian Development Bank (ADB) menyatakan bahwa anak yang anemia dapat menyebabkan kehilangan angka kecerdasan intelektual anak sekitar 6-7 poin, setiap penambahan 1 gr% kadar hemoglobin dapat meningkatkan kecerdasan intelektual anak sekitar 6-7 poin. Pencegahan anemia dapat dimulai dengan memperbaiki asupan zat gizi dalam tubuh. Asupan zat gizi yang kurang akan menyebabkan ketidakcukupan pada zat besi, sehingga menimbulkan anemia defisiensi besi. Dalam rangka menjaga asupan zat gizi, langkah terbaik yang dapat dilakukan oleh para remaja semestinya adalah dengan menjaga pola makan yang sehat dan seimbang. Anemia dapat dihindari dengan konsumsi makanan tinggi zat besi, asam folat, vitamin A, vitamin C dan zink, dan pemberian tablet tambah darah (TTD). Dengan mengonsumsi makanan yang kaya akan kandungan tersebut, kadar hemoglobin dalam tubuh akan tetap terjaga pada rentang normalnya.
📷Instagram: lpmnatural
📧Email: lpm.natural@gmail.com
📮Line@: @hba6366n
🕊Twitter: LPMNatural
Natural For All 🍃
0 Komentar